Senin, 04 Juni 2012
Rabu, 09 Mei 2012
KAMPUNG ADAT WOLOGAI - ENDE
KAMPUNG ADAT WOLOGAI
Oleh: Renol Kota-Ndona
Kampung
adat Wologai terletak di desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko kira-kira 40
km arah timur kota
Ende. Kampung ini merupakan salah satu dari 24 komunitas Adat Suku Lio yang
berada di sekitar Taman Nasional Kelimutu, dengan budayanya yang luhur, dan
sangat kental dengan perilaku agraris, religius, sekaligus magis dengan
kedekatannya yang kuat pada alam.
Kampung
adat Wologai memiliki sejumlah bangunan rumah adat berarsitektur tradisional
yang tertata rapi membentuk lingkaran, dengan sejumlah atraksi budaya yang
dapat dipentaskan kepada pengunjung terutama saat upacara adat berlangsung.
Terima kasih telah mengunjungi blog ini.
Dipublikasikan Oleh:
Renol Kota-Ndona
Jangan lupa berikan komentarnya...
PERKAMPUNGAN ADAT NGGELA
PERKAMPUNGAN ADAT NGGELA
oleh: Renol Kota-Ndona
Nggela, sebuah perkampungan adat yang magis dan alami di Kecamatan Wolojita yang terbangun dari 9 (sembilan) buah rumah adat (Sa’o Benga Dero, Sa’o Mberi Dala, Sa’o Ame Nggape, Sa’o Tani Mo’i, Sa’o Siga Bata, Sa’o Benga, Sa’o Labo, Sa’o Tua dan Sa’o Siga) dengan fungsi, peranan dan kekhasannya masing-masing. Terletak sekitar 70 km arah selatan dari Kota Ende yang dapat ditempuh melalui akses darat dan laut. Apabila menggunakan menggunakan transportasi darat, waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai wilayah ini sekitar 3 jam. Nggela juga terkenal dengan kerajinan tenun ikat. Ada beberapa kelompok pengrajin tenun ikat yang tetap eksis dengan berbagai motif tenunan yang khas dan menarik. Diantaranya Lawo Butu yang merupakan sejenis sarung/lawo sebagai kostum para penari Mure; yakni tarian khas Nggela yang merupakan tarian sacral sebagai symbol penghormatan kepada wujud yang tertinggi (Du’a sai tana goka, NggaE sai watu dogu). Tarian tersebut dipentaskan pada kesempatan tertentu oleh para penari/gadis-gadis dari turunan kaum bangsawan/ mosalaki.
Nggela juga terkenal dengan permandian air panas yang memiliki kadar belerang yang tinggi sehingga berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Aewau, merupakan potensi yang masih perlu disentuh dan dikembangkan. Sebuah potensi bagi pengembangan wisata kesehatan (Cure/Health tourism). Jarak lokasi Ae Wau dari Nggela adalah 3 km arah menuju Ende. Di samping itu terdapat juga air terjun Angga dengan ketinggian ± 30 meter dan Muru Nipamera dengan ketinggian ± 40 meter. Sebuah kenyataan yang membuat Nggela sangat berarti dan spesifik.
Dipublikasikan Oleh
Renol Kota-Ndona
Jangan lupa berikan komentar anda...
Label:
adat nggela,
agustinus m. kota,
ende,
ndona,
nggela ende,
perkampungan,
perkampungan adat,
perkampungan adat nggela,
renol,
renol kota,
rumah adat lio,
rumah adat nggela
Sabtu, 28 April 2012
KOTA ENDE DARI AEKIPA - NDONA
KOTA ENDE DARI AEKIPA
Add caption |
Tampak jelas Gunung Meja dan Gunung Ia bagaikan tembok pembatas yang kokoh dan Bandara Haji Hasan Aroeboesman bagaikan sebuah sungai yang membelah kota. Aekipa merupakan sebuah kawasan perbukitan berjarak sekitar 20 km dari Kota Ende yang dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi ini kurang lebih 30 menit karena keadaan jalanan yang banyak tanjakan.
Tempat ini memang pantas untuk dikunjungi, karena dari sinilah mata kita bisa menjangkau seluruh topografi wilayah kabupaten Ende. Untuk itu segeralah melengkapi koleksi pengalaman berwisata anda dengan mengunjungi daerah Aekipa yang terletak di Kecamatan Ndona ini...
Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Saya
By: Renol Kota-Ndona
Add caption |
Selasa, 24 April 2012
PENINGGALAN BENTENG PORTUGIS DI KABUPATEN ENDE
BENTENG PORTUGIS
oleh Renol Kota-Ndona
Pulau
Ende adalah salah satu wilayah kecamatan dari Kabupaten Ende yang dipisahkan
oleh laut. Untuk mencapai Pulau Ende kita dapat menggunakan sarana fasilitas
transportasi laut berupa perahu motor dengan tarif Rp. 5.000/orang dengan waktu
tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan tergantung cuaca/keadaan alam. Di Pulau
Ende terdapat salah satu peninggalan bersejarah bekas Benteng Portugis.
Walaupun untuk saat ini yang nampak hanyalah puing-puing reruntuhan yang
diselimuti akar pohon beringin namun ini tetap menjadi sesuatu yang membuktikan
adanya interaksi antar bangsa (dalam arti negative) yang terjadi pada masa
lalu.
puing-puing reruntuhan benteng portugis
Dari sini bisa ditelusuri adanya keterkaitan dengan bekas-bekas
peninggalan Portugis pada kelompok masyarakat pesisir di daerah lain di wilayah
Kabupaten Ende.
Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Saya
By: Renol Kota-Ndona
KEINDAHAN PANTAI MBU'U DI ENDE oleh renol Kota-Ndona
INDAHNYA HUTAN BUKIT DAN SAMUDRA LAUT
DALAM PANORAMA PANTAI MBU'U
Lokasinya
kira-kira 5 km dari pusat kota
dan dapat ditempuh selama 15 menit dengan menggunakan transportasi umum atau
sepeda motor. Sangat kondusif untuk melakukan aktivitas rekreasi mingguan bagi
masyarakat kota.
Memancing, berenang sambil bercengkrama bersama keluarga merupakan pilihan yang
menarik, sambil menikmati suguhan kelapa muda yang langsung diambil dari
pohonnya. Hal lain yang menarik adalah pandangan lepas kearah gunung Meja dan
Ia serta pulau Koa yang mungil dan kokoh, tak bergeming menahan setiap hempasan
gelombang datang dan pergi. Kesibukan nelayan yang sedang mencari ikan juga
menghiasi indahnya panorama pantai Mbu’u. Juga merupakan lokasi alternative
untuk menyaksikan matahari terbit (sunrise) yang selalu setia muncul dari balik
pundak bukit pada pagi hari.
terima kasih telah mengunjungi blog saya
By: Renol Kota-Ndona
TEMPAT PERENUGAN BUNG KARNO TENTANG PANCASILA oleh : renol kota - ndona
TEMPAT PERENUNGAN PANCASILA
oleh : Renol Kota-Ndona
Sebatang
pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari pantai Ende
dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung Karno setiap
sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk duduk merenung dalam
keheningan malam. Diyakini gagasannya yang cemerlang akan Falsafah Negara
Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bawah pohon Sukun ini.
Dan
ini diakui sendiri oleh Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende
tahun 1955. Pohon sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang
di tahun 60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang
ditanam kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan
Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini oleh
masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila. Dan untuk
memperkuat fakta ini, Pemerintah Kabupaten Ende membangun Monument Pancasila
yang terletak di persimpangan antara Jl. Kelimutu, Jl. El Tari, Jl. Gatot
Subroto, jalan masuk Bandara Haji H. Aroeboesman dan Jl. Achmad Yani (yang lebih dikenal
dengan nama Simpang Lima).
Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Saya
By: Renol Kota-Ndona
Langganan:
Postingan (Atom)